RAPFISH: KELEBIHAN DAN KELEMAHANNYA

Oleh Yar Johan


"Salah satu alat untuk analisis status kelestarian sumberdaya, yang pada awalnya dikembangkan oleh Fisheries Centre, UBC-Canada. Prinsip aplikasi alat analisis ini berbasis indikator dengan pendekatan penyelesaian berbasis multi dimension scaling (MDS)"


RAPFISH dapat diterima sebagai salah satu alat untuk menganalisis kelestarian sumberdaya (perikanan).

Contoh Aplikasi Rapfish (http://www.rapfish.org/)


Karena RAPFISH merupakan analisis evaluasi keberlanjutan sederhana namun komprehensif, assessment terhadap sumberdaya dapat dilakukan secara utuh sehingga hasil studi dapat dijadikan bahan acuan melakukan assessment  terhadap pengelolaan perikanan dimanapun. Replikasi dapat dilakukan untuk assessment status perikanan overtime maupun antar perikanan di suatu wilayah untuk assessment yang lebih luas (Fauzi dan Anna, 2005). Dengan menggunakan multidimensional scalling (MDS) dan metode ordinasi guna melakukan penilaian secara relatif keberlanjutan perikanan. RAPFISH melakukan skoring terhadap jumlah dari 5 dimensi yang terdiri dari ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan etik.
Kelebihan dari RAPFISH

yaitu: 1). RAPFISH dapat mengukur dan menggambarkan kondisi lestari sumberdaya di suatu tempat atau wilayah (Tjahjo et al, 2005). 2). Pendekatan RAPFISH dapat menganalisis seluruh aspek keberlanjutan dari perikanan secara sederhana dan menyeluruh (Fauzi dan Anna, 2002), 3). RAPFISH merupakan metode multivariate yang dapat menangani data yang non metric (legendre dan legendre 1983), 4). Keragaman multi dimensi dapat diproyeksikan bidang yang lebih sederhana dan mudah dipahami (nijkamp, 1980), 5). RAPFISH dapat dijadikan alat untuk menentukan snapshot atau analisis awal untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai status keberlanjutan sumberdaya yang sesuai dengan FAO code of conduct (Fauzi dan Anna, 2002), 6). Peneliti memperoleh banyak informasi kuantitatif dari nilai proyeksi yang dihasilkan dari RAPFISH (nijkamp, 1980), 7). RAPFISH dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengevaluasi kondisi perikanan suatu wilayah secara cepat (Fauzi dan Anna, 2002), 8). Rapfish dapat menjembatani keterbatasan akan data dan penelitian yang masih minim dengan tujuan untuk melakukan assessment terhadap perikanan. RAPFISH dapat dijadikan suatu “Triage” (pemilah) untuk perikanan (Pauly, 1998) untuk menentukan mana yang menjadi prioritas (focus) dalam pembangunan sumberdaya perikanan, dan 9). Hasil dari RAPFISH dapat direplikasi dan objektif secara numerik (Pitcher dan Power, 2000),

Kelemahan dari RAPFISH

adalah harus diperhatikan adanya aspek ketidak-pastian. Hal ini bisa disebabkan oleh a). Dampak dari kesalahan dalam skoring akibat minimnya informasi, b). Dampak dari keragaman dalam skoring akibat perbedaan penilaian, Kesalahan dalam data entry, dan c). Tingginya nilai stress yang diperoleh dari algoritma ALSCAL. Sehingga selanjutnya perlu dilakukan teknik analisis Monte Carlo yang merupakan metode simulasi untuk mengevaluasi dampak dari kesalahan acak (random error) dilakukan terhadap seluruh dimensi. 

Seperti telah disebutkan, RAPFISH dikembangkan oleh Fisheries Center-UBC, Canada. Untuk implementasi di wilayah indonesia dengan karakteristik tropical fisheries, multispecies, open access dan negara berkembang RAPFISH masih tetap aktual untuk dilakukan di Indoensia dalam mengukur dan menggambarakan kondisi lestari kelautan dan perikanan wilayah Indonesia. Masih relevannya penggunaan analisis RAPFISH di Indonesia dikarenakan data-data aktual yang menggambarkan kondisi wilayah pengelolaan perairan di Indonseia masih sangat minim. Disisi lain juga kebutuhan akan pengelolaan yang berkelanjutan atas wilayah Indonesia semakin mendesak.

Sejak didirikan pada tahun 2000, Departemen Kelautan dan perikanan (DKP) dituntut untuk selalu mampu mengimbangi dinamika pembangunan ini agar arahan kebijakan yang dikeluarkan terutama terkait misi DKP yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan sektor kelautan dan perikanan berkelanjutan senantiasa sesuai dengan kondisi serta kebutuhan aktual.

Dalam (Tjahjo et al, 2005) dijelaskan bahwa kebutuhan DKP saat ini terpenuhi karena salah satunya bersumber dari berbagai bahan dan informasi hasil kegiatan penelitian yang dapat tersedia secra akurat dan cepat. Namun demikian, di Indonesia persyaratan ini masih merupakan kendala. Selam ini yang masih banyak dilakukan dengan pengkajian stok sumberdaya (stok asssement) spesies target. Kendala lain adalah tidak mencukup memadainya hasil kajian yang diperoleh untuk menilai kelestrian sumberdaya hayati perairan yang sangat bersifat multi dimensi. Sehinga perlu dikembangkan teknik penilaian kelestarian sumberdaya yang bersifat multidisiplin dan bersifat cepat.

Untuk implementasi di wilayah Indonesia berdasarkan acuan-acuan yang digunakan dalam analisis ini diajukan lima dimensi dan atribut-atributnya dalam mengkaji kinerja pembangunan perikanan tangkap. Sperti halnya dijelaskan diatas bahwa analisis ini merupakan proses membumikan indikator yang dikembangkan oleh Pitcher dan Preikshot (2001), dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi Indonesia termasuk karakteristik tropical fisheries, multispecies, open access dan negara berkembang itu sendiri.

Kelima dimensi dan masing-masing atributnya yaitu
     1). Dimensi Ekologi
          Ini merupakan cerminan dari buruknya kualitas lingkungan dan sumberdaya perikanan tangkap berikut proses-proses alami didalamnya baik yang dapat atau tidak dapat mendukung secara berkelanjutan setiap kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam sektor perikanan tangkap.

Dimensi ini diterjemahkan dalam  tujuh atribut (PRPPSE, 2002) yaitu Exploitation Status (k), Recruitment Variability, Change in trophic level, migratory range, range collapse, catch before maturity dan discarded by catch. Di Indonesia atribut tambahannya yaitu  size of caught  dan primary production (Hartono et al.,2005)

     2). Dimensi Sosial
           Merupakan dimensi yang mencerminkan bagaimana system sosial manusia (masyarakat perikanan tangkap ) yang terjadi dan berlangsung dapat/tidak dapat mendukung berlangsungnya pembangunan perikanan tangkapan dalam jangka panjang dan secara berkelanjutan.

Dimensi ini ada 11 atribut (PRPPSE, 2002) ada dua atribut yang perlu dihilangkan jika diimplementasikan di Indonesia yaitu atribut Adjacency and Reliances dan Influences Ethical Formation. Yang tetap diperlukan yaitu atribut Sozialization of Fishing, New Entrants into the fishery, fishing sector, environment knowledge, education level, conflict status, fisher influence, fishing income dan kin participation (Hartono et al.,2005)

     3). Dimensi Teknologi
          Merupakan dimensi yang menggambarkan derajat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap dengan menggunakan suatu teknologi. Teknologi yang dapat mendukung dalam jangka panjang dan secara berkesinambungan setiap ekonomi dalam sektor perikanan tangkap.

Di dalam dimensi ini ada 10 atribut (PRPPSE, 2002) semuanya bisa diimplementasikan di Indonesiaf yaitu atribut trips length, landing sites, onboard handing, pre sale processing, gear, selective gear, FADS, vessel size, catching power dan gear side effect (Hartono et al.,2005)

     4). Dimensi Pengaturan (Government)
Merupakan dimensi yang menggambarkan dari derajad pengaturan kegiatan ekonomi manusia terhadap lingkungan perairan laut dan sumberdaya perikanan tangkap yang terkadung di dalamnya. Ini haruslah berlandaskan etika lingkungan (inilah yang mebuat dimensi ini sebelumnya dinamai dimensi etika) yaitu setiap kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia harus disertai dengan pertimbangan terhadap penciptaan keberlangsungan fungsi lingkungan beserta keberadaan sumberdaya yang ada didalamnya.

          Dalam dimensi pengaturan ini ada tiga atribut yang ditambahkan yaitu Ilegal fishing, discards and wastes dan number of coastal regulations. Dan dua atribut yang perlu dihilangkan dalam implemetasi di wilayah Indonesia yaitu Limimed entry dan Marketable Right. Atribut yang tetap bertahan yang dapat diimplementasikan di Indonesia yaitu alternatives, equity in entry into fishery, just management, mitigation habitat destruction dan mitigation ecosystem depletion (Hartono et al.,2005)

5). Dimensi Ekonomi

Merupakan dimensi yang menggambarkan dari derajad pengaturan kegiatan ekonomi manusia dalam pengelolaan pembangunan berkelanjutan. Didalam dimensi ekonomi ini ada sembilan atribut (PRPPSE, 2002) sedangkan hanya ada emapat atribut  yang bisa dimplementasikan di Indonesia yaitu atribut Profitability, Limited entry, Other income dan Fisheries in GDP (Hartono et al.,2005)
    
        Ada lima atribut yang dihilangkan yaitu marketable right, sector employment, ownership/transfer, market dan subsidy (k).

         Upaya impelementasi pengembangan atau modifikasi RAPFISH wilayah Indonesia telah mampu mendapatkan lima dimensi beserta atributnya yang sesuai dengan kondisi perikanan tangkap termasuk karakteristik tropical fisheries, multispecies, open access dan sebagai negara berkembang. Kelima dimensi tersebut adalah dimensi ekologi, sosial, teknologi, pengaturan (government) dan ekonomi. Ini berfungsi sebagai indikator kinerja pembangunan berkelanjutan perikanan tangkap di Indonesia secara general.  Bahwa dukungan kegiatan kegiatan penelitian RAPFISH mampu memberikan informasi dan bahan secara cepat, akurat dan aplikatif.



SUMBER ACUAN:

Fauzi, A. dan Suzy, A., 2002. Evaluasi status keberlanjutan pembangunan perikanan: aplikasi pendekatan Rapfish (studi kasus perairan pesisir DKI Jakarta). Jurnal Pesisir dan lautan. Indonesia journal of coasatal and marine resources. Volume 4.3

Fauzi, A. dan Suzy, A., 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan. Untuk Analisis Kebijakan. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Legendre  L dan P legendre 1983. Numerical ecology. Development ini environment modeling., 3. Elsevier  Scientific publishing company, Amsterdam
Hartono T, T, Taryono K, M. A Iqbal dan Sony Koeshendrajana. Pengembangan teknis RAPFISH untuk indikator kinerja perikanan tangkapa berkelanjutan di Indonesia. Bulletin ekonomi perikanan Vo. VI: 1
Nijkamp. 1980. Environment policy analysis: Operasional Methods and models. John wiley and sons. New york

Pitcher, T.J., and M.D. Power, 2000. Fish Figures: Quantifying the Ethical Status of Canadian Fisheries, East and West. In H. Coward., R. Omer., and T.Pitcher. Just Fish: Ethics and Canadian Marine Fisheries. ISER. New Foundland. Canada.

Pauly, D. 1998. When is fisheries management needed? In Adams, T., Dalzell, P and Roberts, P. (eds) SPC/FFA Workshop on Management of South pacific Inshore Fisheries, Noumea, New Caledonia, Vol 3:97-103.

PRPPSE, 2002. Indikator Kinerja pembangunan Kelautan dan perikanan. Laporan teknis kegiatan penelitian tahun 2002. PRPPSE. BRKP DKP. Jakarta
 

4 comments

abdullah faqih mod

maaf pak untuk mendapatkan software Rapfish ini dimana ya...kebetulan penelitian saya mengukur indek keberlanjutan

Reply

salam kenal pak..saya mahasiswa sedang penelitian dan kebetulan menggunakan rapfish, saya coba pakai aplikasi di situs www.rapfish.org tapi kenapa ketika upload nilai excel tidak mau run..mohon infonya. Tks

Reply

Salam kenal gan...

Terima kasih utk artikelnya gan. kebetulan ane lagi cari2 info nih mengenai rapfish dan olah datanya. kalo si bro paham Rapfish... bisa ga belajar ama si bro.
ini email saya bro debrista@gmail.com

terima kasih sebelumnya

Reply

salam kenal pak. saya sudah download rapfish pada webnya tapi tidak ada file untuk runnya, mohon bantuan untuk softwarnya. mau digunakan dalam penelitian untuk analisis keberlanjutan

Reply

Post a Comment