[PERIKANAN]: Biologi dan Ekologi Teripang Ekonomis (bagian 4)

Awal Mula Perdagangan Teripang Di Indonesia

Publikasi ilmiah pertama tentang timun laut Indonesia dilakukan oleh Selenka (1867) yang spesimennya dikumpulkan dari Ambon. Sebelumnya, expedisi besar Rhumphius melakukan pengumpulan biota dari perairan Maluku tahun 1705 (Massin, 1996). Beberapa catata sejara menunjukka adanya perdagangan teripang sejak lebih dari 300 tahun. Menengok abad 13-17, Nusantara merupakan negara maritim yang menjadi salah satu pusat perdagangan dunia. Sistem perkotaannya terbentuk di tepi laut seperti pesisir utara Jawa. Ini memberi kemudahan masyarakat (nelayan) Nusantara pada zaman itu untuk melakukan kontak  dagang  hasil  laut  dengan  dunia internasional. Salah satunya adalah dengan bangsa Cina di abad 16-17 yang diduga mendorong munculnya perikanan teripang Indonesia (Stacy, 1999; Ham, 2002).

Ke arah selatan, sejarah membawa kita ke kunjungan nelayan nusantara untuk berburu teripang ke perairan Australia sejak awal abad 17. Wajar jika kemudian Indonesia termasuk negara pengekspor teripang tertua. Istilah 'trepang' di pasar internasionalpun berasal dari kata teripang yang digunakan oleh nelayan Indonesia (Fox, 2000; Morgan dan Archer, 1999; Conand, 1990; Conand dan Byrne, 1993).

Saat Belanda mengalahkan Makassar di Buton tahun 1667, dan membuat batasan perdagangan bagi orang Makassar, banyak di antara mereka yang melarikan diri ke Teluk Carpentaria di Australia, dan mereka kembali dengan memuat teripang. Periode ini yang kemudian menjadi perkiraan awal dimulainya industri teripang di Indonesia (Mcknight 1976). Bukti lain yang mendukung sejarah ini adalah catatan Flinder dan Pobasso di tahun 1803, yaitu tentang nelayan Makassar yang sudah sejak dua puluh tahun sebelumnya berlayar mencari teripang ke pulau-pulau sekitar Jawa sampai ke daerah kering yang terletak di  selatan Pulau Rote dan Pantai Kimberly, Aus- tralia Barat (Clark, 2000; Mcknight, 1976). Peninggalan tahun 1623 yang ditemukan di Jakarta (waktu itu bernama Batavia) yang berupa wadah-wadah  teripang  dari  Cina,  ikut mendukung peninggalan sejarah perikanan teripang Indonesia (Stacy, 2001; Dwyer, 2001, Campbell  dan  Wilson, 1993).

Teripang menjadi jembatan pertemuan dua  budayaAborigin  di  Australia  dan Makassar di Indonesia. Bukti pelayaran orang Makassar ke pantai barat laut dan utara Austra- lia banyak terdokumentasi dalam bentuk lukisan tradisional bangsa Aborigin di dinding-dinding goa. Peninggalan sejarah yang lain adalah model kano (canoe) dan penggunaan kosa kata oleh orang-orang Aborigin seperti 'balanda' untuk menunjuk  orankuliputihSelaiitu, ditemukan juga dokumen peraturan pajak dan perizinan tahun 1882 untuk nelayan Makassar yang mengambil teripang di perairan Northern Territory. Suku Makassar diakui sebagai penemu Pulau Pasir (yang kemudian diberi nama Ashmore Reefs) yaitu sekitar tahun 1728, bukan Samuel Ashmore yang berlayar mencapai daerah tersebut pada tahun 1811 (Bannett, 2001; Clark, 2000; Dwyer, 2001; Mcknight, 1976; Fox 1992; Stacy 2001).

Perburuan teripang oleh nelayan Nusantara terus berlanjut hingga sekarang terutama oleh suku Bajo, Makassar, Bugis, Buton dan Madura, dengan daerah perburuan yang terus bertambah sempit. Teripang, bersama-sama dengan sirip ikan hiu dan penyu diekspor ke Cina. Dalam review Mcknight (1976) dikatakan bahwa awal abad 18, bangsa Eropa memberi batasan perdagangan bagi bangsa Cina, termasuk mengadakan transaksi di timur Indonesia. Ini mendorong nelayan nusantara membawa dagangan yang berupa produk laut termasuk teripang ke Singapura dan Kalimantan Utara. Nelayan Bugis menjadi salah satu yang mencatat sejarah dalam perdagangan ini. Tahun 1830 misalnya, sebanyak 180 perahu Bugis mendarat di  singapura membawa hasil laut dari perairan  timur Indonesia. Namun demikian, Fox (2000) percaya bahwa teripang, sirip ikan hiu dan penyu sudah menjadi produk perdagangan bagi suku Makassar, Bugis, Bajo dan Buton sejak lebih dari 500 tahun yang lalu.

Chen (2003) memaparkan kembali informasi dari hasil penelitian terdahulu, bahwa sejak dari awal sejarah perikanannya, teripang dikumpulkan untuk mensuplai kebutuhan bangsa Cina. Di Cina sendiri, sebagai negara konsumen terbesar hingga saat ini, pengenalan teripang dimulai sejak Dinasti Ming (1368-1644 BC). Teripang tertulis di buku medis tradicional sebagai tonic dan obat tradisional, antara lain mengandung banyak protein dan rendah lemak. Diramu dengan komponen yang lain, teripang dipakasebagaobauntumemelihara kesehatan darah, penyembuh penyakit ginjal dan sistem reproduksi.

Melihat sejarahnya, dimana istilah teripang sudah dipakai sejak lebih dari 3 abad yang lalu, mungkin bisa dikatakan bahwa teripang yang sekarang ada di perairan kita, juga merupakan hewan asli (indigenous species) Indonesia. Selain tidak memiliki pola migrasi dan hidup sebagai hewan bentik di berbagai ekosistem laut dangkal, dengan pergerakan kurang dari 300 cm/hari (Hamel et al., 2001), jenis-jenis teripang tidak pernah dilaporkan diintroduksi ke perairan Indonesia. Bisa dimengerti karena memang bentuknya yang tampak tidak terlalu indah, dan walaupun harganya mahal, namun sifat-sifat alamiah kelompok teripang bisa jadi menyulitkan transportasinya. Jika ada gangguan, beberapa jenis teripang mengeluarkan tubulus Cuvier yang sangat mengganggu karena bergetah. Jika gangguan berlanjut, maka organ dalamnya didorong keluar tubuh (evisceration). Kulit teripang juga mudah terluka jika terjadi gesekan. Luka ini mudah terinfeksi, dan menular ke individu yang lain. Jika ini dibiarkan, akan membawa ke kematian individu yang terluka. Sayang sekali Indonesia belum memiliki ahli sistematika atau evolusi timun laut, karena dari lmu inilah akan diketahui sejarah evolusi dan penyebaran timun laut.

Post a Comment