Trepang diakui sebagai kosa kata Indo-nesia teripang, dan dipakai
sejajar dengan beche-de-mer (lafal Perancis). Dua kata ini merupakan istilah
yang paling populer
di pasar internasional, walaupun Jepang dan Cina sebagai konsumen
utama trepang, memiliki
istilah sendiri : iriko dan hai-som. Di Indonesia, teripang atau
trepang tidak memiliki arti khusus, paling tidak belum pernah
ada yang menjelaskan apa arti teripang. Lain halnya dengan istilah timun
laut atau sea cucumbers
yang menggambarkan ciri kelompok hewan yang dimaksud : berbentuk seperti timun dan hidup
di laut.
Teripang merupakan
anggota dari timun
laut, namun tidak semua jenis timun laut merupakan
teripang. Di dalam jurnal-jurnal
internasional, istilah trepang atau beche-de-mer
tidak pernah dipakai
dalam topik-topik keanegaragaman, biologi, ekologi maupun taksonomi.
Dalam subyek-subyek ini,
terminologi yang dipakai untuk menggambarkan
kelompok hewan ini adalah sea cucumbers atau
holothurians (disebut holothurians karena hewan
ini dimasukkan dalam kelas
Holothuroidea). Sebaliknya, tulisan-tulisan
yang topik atau wawasannya adalah
perikanan dan perdagangan (komoditi), terminologi
trepang atau beche-de-mer lah yang digunakan.
DWYER (2001) mendiskripsikan dengan jelas : "trepang
is a general
term for
edible
seacucumbers (Holothuroidea) which are col- lected from seabeds, boiled and dried, then sold to the Chinese market". Di Indonesia,
mestinya istilah teripang dipakai untuk menunjuk jenis-jenis
timun laut
yang diperdagangkan saja.
Kelompok
timun laut (Holothuroidea) yang ada di dunia ini lebih dari 1200 jenis, dan sekitar 30 jenis di antaranya adalah kelompok
teripang. Peneliti-peneliti Indonesia
lebih suka menggunakan
istilah teripang untuk semua topik yang menyangkut
anggota Holothuroidea, walaupun isi tulisan (terutama
yang bertopik ekologi) tidak berhubungan
dengan aspek perikanan atau perdagangan. Beberapa contoh dapat dilihat Aziz dan Sugiarto (1994), Aziz dan Alhakim (2001), Aziz dan Darsono
(1997) dan Yusron (2001).
Tidak jarang hal ini menimbulkan
keraguan dalam usaha mengerti esensi
tulisan, misalnya dalam mem- presentasikan jenis-jenis yang dijumpai di suatu habitat, apakah
peneliti hanya berfokus
pada jenis yang bisa diperdagangkan dan mengabaikan jenis-jenis yang non komersial,
ataukah memang tidak dijumpai jenis-jenis yang
non-komersial.
Bagaimanapun juga, pengertian kedua istilah tersebut harus diperjelas, sehingga dalam menanggapi surat edaran CITES tahun 2002 misalnya, yang menjajagi kemungkinan
pembatasan perdagangan internasional teripang, kita tahu jenis-jenis timun laut yang mana
yang sedang dibicarakan.
Post a Comment