Cangkang
tiram telah lama digunakan sebelum adanya pembudidayaan tiram dilakukan.
Cangkang tiram dapat dimanfaatkan sebagai hasil sampingan usaha, untuk menutub
sebagian biaya operasi yang dikeluarkan dan sebagai pengeruk keuntungan bagi
pengusahanya, juga dapat diandalkan sebagai penghasil devisa negara yang cukup
potensial.
Cangkang
tiram dapat diperoleh dari tiram yang sudah mati atau dimatikan karena sudah
tidak memenuhi sarat untuk operasi mutiara bulat maupun blister. Dalam dunia
perdagangan cangkang tiram dapat dogolongkan dalam kelas-kelas sebagai berikut:
(1)
Kelas A:
Termasuk
golongan yang paling mahal, dari narcenya yang masih bercahaya dan tidak
terdapat noda –noda hitam.
(2) Kelas
B
Dipilih
karena narcenya masih bercahaya dan masih terdapat noda-noda hitam.
(3) Kelas
C
Dipilih
karena dari cangkang terdapat bekas lubang, terutama dari mutiara blister atau
bagian narcenya masih bercahaya tapi sudah rusak dan banyak noda-noda hitam
yang disebabkan oleh serangan cacing.
(4) Kelas
D
Termasuk
golongan cangkang yang diafkir dan tidak digunakan untuk ekspor. Warna narce
sudah pudar dan tidak bercahaya lagi, ditemukan pada cangkang yang sudah lama
mati dan terendam air laut.
Cangkang
dari mutiara bundar biasanya termasuk kealas A yang harganya yang paling tinggi
dan paling disukai, cangkang dari mutiara blister termasuk kelas C karena
cangkangnya sudah banyak yang berlubang, walaupun narcenya masih bercahaya.
Adanya
hasil sampingan dari cangkang dari usaha tiram dapat unutk kelangsungan usaha
dan tambahan yang cukup berarti maupun tambahan keuntungan. Walaupun tiram yang
dipelihara tidak semuanya menghasilkan mutiara yang diharapkan, tapi tiram yang
dipelihara tersebut tetap menghasilkan cangkang dan daging.
Sumber bacaan
Aman; Adi, S; Diah, N, 1991, Pengamatan Pengaruh Penempatan IntiSetengah
Bulat TerhadapPertumbuhan Tiram Mutiara (Pinctada maxima), Makalah Lomba
Inovatif Produktif, Fak. Perikanan, Universitas Pancasakti, Tegal.
Dwiponggo, A, 1976, Mutiara Bab I (Umum), Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.
Mulyanto, 1987, Teknik Budidaya Laut Tiram Mutiara di Indonesia (Marine Cultured
Tehnique of Pearl Oyster in Indonesia), Diklat Ahli Usaha perikanan, INFIS
Manual Seri No. 45, Jakarta.
Sutaman, Ir., 1993, Tiram Mutiara, Teknik Budidaya & Proses
pembuatan Mutiara, Cetakan pertama, Kanisius (Anggota IKAPI), Yokyakarta.
Winanto, T., 1991, Pembenihan Tiram Mutiara, Buletin No. 1.
Balai Budidaya laut (BBL), Lampung.
_______ , T.; Soehadi, P; Silver, B.D.,
1991, Pemilihan Lokasi Budidaya Tiram
Mutiara, Buletin No. 3, Balai
Budidaya Laut (BBL), Lampung.
Post a Comment