Pengumuman Ujian Nasional (UNAS) sudah diumumkan 1 Juli kemarin. Jumlah ketidaklulusan tentu sangatlah besar dan hal tersebut menimbulkan sejumlah tanda tanya baik itu datangnya dari pemerintah (sebagai pemotor pendidikan) atau dari kalangan masyarakat. Sebanyak 14. 302 orang siswa SMP dan SMA sederajad di Riau tidak lulus Ujian Nasional (UNAS) atau sekitar 15, 29 persen dari 93. 515 peserta. Khusus untuk SMA sederajad negeri dan swasta yang mengikuti UNAS sebanyak 16 persen yang tidak lulus. SMK sederajad negeri dan swasta sebanyak 25, 86 persen yang tidak lulus sementara SMP sederajad sebanyak 17, 89 persen juga mengalami nasib yang sama tidak lulus. Ini merupakan angka yang tidak bisa dianggap remeh dan kecil. Permasalahanya bagaimana nantinya kedepan nasib pendidikan yang ada di Riau ini bila kondisinya dari tahun ketahun bukannya persentase ketidak lulusan bertambah kecil malahan semangkin tajam meningkat. Sedangkan pendidikan merupakan indicator yang mempengaruhi dan menentukan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Semangkin tinggi kualitas pendidikan maka akan melahirkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia juga.
Penulis masih ingat perkatan Bapak/Ibu guru ketika duduk di bangku sekolah beberapa tahun yang lalu. Sebuah kebanggan tersendiri yang ada dibenak kami (baca “Guru”) seandainya kami mampu mengantar kalian melewati gerbang ujian nasional ini dengan selamat. Kami adalah orang yang pertama kali berbangga dan tersenyum, bahagia dan gembira serta orang yang pertama kali akan mengucapkan selamat sebelum pihak yang lain baik itu orang tua, pemerintah atau saudara kerabat kalian. Sebuah kekecewaan dan bukti bahwa kami boleh dibilang tak berhasil mendidik kalian seandainya terjadi sebaliknya. Di sini Penulis bukanlah menitik beratkan penyebab permasalah ketidaklulusan adalah Guru. Bukan itu maksud penulis. Kita bisa lihat begitu mulianya hati seorang guru. Tak ada satu orang gurupun yang akan menghancurkan masa depan siswanya kalau itupun ada tak pantas dia di panggil guru. Penulis menyayang ketika evaluasi ini nantinya terjadi ada pihak – pihak yang di pojokkan dan dirugi. Hal ini perlu diwanti – wanti supaya tak terjadi.
UNAS bukanlah barang baru lagi yang kita dengar dan laksanakan. Namun sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Hanya saja nilai kompetisi kelulusanya dinaikkan dan diperketat serta kualitas bobot soal malah semangkin tinggi dari tahun ketahun dan hal ini adalah sebuah kewajaran menuju arah lebih maju. Yang namanya maju pasti kearah yang lebih baik. Penulis pikir pastilah pihak sekolah dan siswa sudah menyiapkan walau mungkin usaha yang dilakukan belum optimal. Banyak beberapa pihak khususnya dari siswa sendiri mengakui standar kelulusan tahun ini terlalu tinggi dan kapasitas soal yang dibuat cukup susah untuk dijawab. Kiat semuanya bertanya dan meraba bagian mana yang menjadikan alasan yang kuat penyebab banayknya tidak lulus ujian nasional ini.
Evaluasi merupakan jalan terakhir atas jawab tersebut tapi bukanlah hal utama bila tanpa ada kebersamaan dan kerjasama. Namun di dalam evaluasi ini kita bukan saling menyalahkan satu pihak atau mencari kambing hitam. Sebab sebuah kelulusan siswa bukanlah disebabkan hanya satu pihak saja tetapi seluruh pihak saling berkaitan, semuanya saling membantu dan kerjasama. Dunia pendidikan akan berhasil dan maju bila adanya kebersamaan. Kebersamaan itu adalah kebersamaan datangnya dari sekolah, pemerintah dan masyarakat. Dan ini juga berlaku ketika terjadi sebuah ketidak lulusan siswa. Berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Tanpa ada evaluasi hasilnya NOL besar dan akan berakibat buruk untuk tahun – tahun kedepannya serta akan berimbas kepada Visi RIAU 2020 sendiri “Sebagi pusat melayu dan pusat pendidikan” hal ini, harus di tanggapi secara serius bukan main – main karena memang posisi Riau sangat strategis. Bila tidak, VISI hanya tinggal nama dan slogan yang tak berharga.
Evaluasi begitu banyak apakah itu menyangkut masalah kualitas guru, sarana, atau masalah gizi siswa atau karena sistem komputerisasi yang diterapkan mungkin juga masalah ketetapan standar kelulusan terlalu besar. Melihat hal ini. Coba kita belajar dari kota pelajar yaitu yogyakarta. Apakah ada yang kurang? Disalah satu stasiun Tv swasta mengabarkan sebanyak 23 sekolah di kota yang terkenal sebagai kota pelajar tersebut dinyatakan tidak lulus ujian nasional. Kita semua tahu bahwa Yogyakarta adalah pusatnya pendidikan. Kompetensi siswanya tinggi apalagi kuaitasnya. Namun kenyataannya. Kurang apa lagi? Ini sebuah mesteri yang harus dan wajib untuk diungkap.
Menurut hemat penulis berkaca dari hal yang dialami oleh Yogyakarta yang terkenal kota pelajar tersebut ada baiknya di dalam Evaluasi ini cobalah selain evaluasi kualitas guru, sarana dan pesarana atau gizi siswa. Pihak sekolah, pemerintah dan masyarakat sama – sama untuk mensosialisasikan bagaimana teknik mengisi atau membulatkan lembar jawaban komputer. Biarpun itu masalah kecil itu namun bukanlah dianggap remeh dan sepele. Di sana ujung nasib kelulusan siswa. Sangat menyedihkan memang bila hal itu terulang kembali dan itu ternyata hal ini menjadi factor utama menjadi penyebab banyaknya siswa tidak lulus. Sebab sampai sekarang penulis pribadi belum memperoleh bentuk baku bagaiman cara dan efektifnya menggunakan lembar jawaban yang nantinya di periksa oleh komputer. Sosialisi dari pemerintah sangat kurang menegenai hal ini. Kita tahu bila salah sedikit saja itu sangat berbahaya. Masih banyak siswa – siswa yang tidak tahu bahkan masih ada yang bingung bagaimana cara membulatkan atau mengisi lembar jawaban komputer tersebut yang baik, benar dan tepat dengan menggunakan teknik – teknik tertentu.
Ketika Penulis masih duduk dibangku sekolah beberapa tahun yang lalu sosialisasi mengenai pengisian lembar jawaban sama sekali tidak ada hanya sebatas pengetahuan siswa sendiri dan hal tersebut tak bisa menjadi pegangan dan ajuan. Walaupun banyak pihak beranggapan persentase kesalahan penyebab ketidaklulusan ujian nasional di bagian ini hanya kecil. Itu salah besar. Apa lagi tri out pemeriksaan tidak pernah menggunakan lembar komputer yang sebenarnya hanya pemeriksaan manual saja. Tidak salahnya itu perlu dikaji lebih serius lagi.
Ada seorang siswa yang selama sekolah berprestasi dalam bidang akademik tidak pernah keluar dari tiga besar disekolahnya bahkan sudah diterima di Perguruan Tinggi negeri favorit melalui jalur PBUD ternyata setelah pengumuman ternyata dirinya tidak lulus. Dapat dibayangkan kondisi siswa tersebut secara psikolog hal ini sangat membahayakan jiwa siswa tersebut. Bukan hanya siswa saja yang menderita sekolah juga mendapatkan imbasannya. Sebab dia adalah asset bangsa yang berharga. Generasi penerus nantinya bahkan ada siswa yang tidak lulus ujian nasional yang sampai stress.terpaksa mendekam di rumah sakit jiwa (RSC) siapa yang bingung dan rugi?
Penulis hanya berharap pendidikanlah yang membuka sebuah peradaban baru yang lebih maju dan perubahan yang lebih cerah bukan malah menambah masalah dan membuat bingung khususnya rakyat kecil yang tak tahu apa – apa. Mari kita sama – sama evaluasi. Tampa kebersamaan maka VISI RIAU 2020 sebagai pusat melayu dan pusat pendidkan tidak bakalan terwujud. Ingat apa salah satu moto AA GYM untuk menggapai tujuan dengan sukses dan berhasil “ Mulailah dari yang terkecil” apa salahnya di dalam evaluasi ini kita terapkan. Semoga. (Yar johan: Pekanbaru, 4 Juli 2005)
Post a Comment