Pernahkan kalian bertemu dengan sahabat yang sudah lama sekali kalian tidak ketemu? Misalkan sudah terpisah lebih dari sepuluh tahun. Apa yang akan kalian lakukan? Bahagia atau marah-marah.
"Kamu selama ini ngumpet dimana?"
"Saya sudah cari kamu di Facebok, twitter ataupun keman-mana kok gak ketemu"
"Sudah banyak berubah ya, dulu kamu masih suka nangis atau masih ingusan"
"Hahahaha hahaha"
Berakhir dengan tawa. Atau pertemuan itu berakhir sebaliknya. Standar dengan kualitas biasa-biasa saja. Atau malah kamu ditipu sama teman yang selama ini kamu cari-cari. Nasib. Dunia itu terus berputar. Hari ini belum sama dengan hari besok. Tapi pertahankan kesetiaan sebagai seorang sahabat. Biasanya setia hidupnya mujur dan penuh rezeki.
Kembali ke kisaha menemukan teman lama. Ya saya mengalami hal tersebut. Semenjak lulus dari SMP saya hilang kontak dengan sahabat-sahabat saya. Salah satu contoh sebut saja yang laki-laki itu adalah Dadang dan perempuan itu adalah Santi.
Dulu saya sering diajak main ke rumahnya. Sudah kenal keluarganya. Sudah seperti keluarga sendiri. Satu yang tidak saya sukai dari sifatnya Dadang adalah dia adalah perokok berat. Bayangin masih SMP sudah merokok. Iya bisa habis satu hari 2 bungkus. Memang Dadang anak konglomerat di Kampungnya.
Suatu hari saya bilang sama Dadang ketika mau belajar kelompok.
"Kamu kalau mau belajar bareng sama kita. Kamu jangan merokok"
"Iya"
Namun setelah belajar dimulai pelan-pelan Dadang sudah mengeluarkan bungkus rokoknya. Merokok dengan santai. Berulang kembali dan terulang kembali. Dadang memang tidak bisa terlepas dari rokok. Katanya gak bisa mikir. Buntu pikirannya. Sebenarnya Dadang anaknya cerdas dan pekerja keras tapi kami tidak suka asap rokoknya. Apalagi saya yang memang alergi dengan rokok.
"Mulai sekarang kalau kamu tetap merokok. Kamu tidak boleh gabung belajar kelompoknya" Waktu itu Dadang tetap bersikukuh ingin gabung belajarnya. Belajar sambil merokok. Kita sepakat mengunci pintu rumah dari dalam. Kebetulan teman rumahnya tinggal di sekolah. Pamannya penjaga sekolah. Dadang mengiba waktu itu. Mengetuk- mengetuk pintu rumah. Saya lihat dari balik kaca. Tidak tega melihat anak tersebut. Ini sebenarnya sudah sering kita lakukan. Namun bila dia mengiba maka pintu dibuka. Tapi lagi-lagi di dalam ruangan kita belajar penuh dengan asap rokok. Satu kebiasaan yang menjengkelkan dari Dadang adalah kalau merokok dia akan menghembuskan asap rokoknya kemuka teman-teman. Yang terdekat saya maka iya saya yang sering jadi korban. Pas waktu itu kesabaran kita mungkin sudah cukup. Kita berpikiran kalau anak SMP jangan dulu merokok. Saya juga dulu pernah bilang saya kalau merokok kalau sudah kerja. Apalagi kata Ibu Guru kalau perokok pasif itu lebih berbahaya dari perokok aktif.
Semenjak itu saya tidak lihat lagi batang hidungnya sahabat saya si Dadang. Memang ketika kelas 3 kita tidak sekelas lagi. Namun bila di jalan saya masih menegurnya. Itu kadang-kadang kita tidak pernah ketemu. Saya dan teman-teman terutama saya pribadi mau meminta maaf atas kejadian waktu itu dengan Dadang. Mungkin Dadang kecewa besar dengan kelompok belajar. Tapi sebagai teman kita sudah memaafkan Dadang tapi Dadang keburu pergi. Tentu dengan sahabat belajar barunya. Tentu rokok tidak bisa lepas. Iya itulah Dadang. Beberapa tahun saya mencari informasi tentang dia. Khabarnya setamat SMP dia dimasukkan Ayahnya ke Pesantren. Dapat khabar kalau dia sudah menikah? Barusan menikah. Dadang memang tidak ingat lagi ya sama temannya sendiri. Hilang tidak ada khabar. Menikah tidak undang-undang. Hanya bermodalkan kartu nama yang dulu pernah kita bikin bareng. Kartu nama tersebut saya simpan sampai sekarang. Kartu nama yang pernah saya coba kirim surat namun alamatnya sudah berpindah. Tepat 2012 kemarin ketika saya pulkam saya ketemu dengan orang satu kampung sama Dadang kebetulan suaminya adalah satu daerah sama saya. Ciri-ciri yang saya sebutkan sangat cocok dengan apa yang bersangkutan katakan kalau itu Dadang. Tepat. Itu Dadang. Kalau Dadang barusan menikah tahun ini. Saya diberikan no kontak keluarganya Dadang dan setelah beberapa hari saya menemukan titik terangnya kalau Dadang masih di Pulau Sumatera bukan di Jawa. Saya komunikasi dengan orang tuanya dan menelpon Dadang.Akhirnya ketemu juga dengan sahabat saya yang sudah tenggelam di gundukan salju. Dadang mengajak saya ke rumah barunya yang dibangun. Bersama keponakan yang baru berumur 2 tahun yang begitu cantik. Alhamdulillah, sahabat lama saya sekarang sudah menjadi orang sukses. Sudah berkeluarga. Punya rumah sendiri. Satu hal pertanyaan yang menggantung sampai detik ini.
" Om, kapan menikahnya? Cepat-cepat menikah nanti keburu lapuk" Dadang menirukan suara mungil anaknya yang cantik dan imut. Ketika itu saya sambil menggedong keponakan saya yang sukanya makan es cream. Dadang dulu pendek dan sekarang sudah hampir sama tinggi dengan saya. hehehe.
"Kalau ke Pulau Enggano. Mampir ke sini ya"
Iya kedepannya aktivitas saya paling banyak fokus ke Pulau Enggano. Secara bertahap saat ini saya mulai belajar mencintai Pulau Enggano.
Pertemuan memang hanya sebentar. Hanya dua hari saya berada di kotanya. Saya melanjutkan perjalanan kembali. Melanjutkan mimpi-mimpi besar saya. Hehehe. Betapa bahagianya bisa ketemu kembali dengan sahabat lama. Mungkin bagi Dadang itu pertemuan standar dan kualitas biasa saja. Tapi saya bersyukur bisa ketemu dengan sahabat saya yang dulu kita sering berantem dan sering beda prinsip. Prinsip tentang rokok.
" Bro, sampai detik ini aku gak bisa lepas dari rokok. Meskipun 3 tahun tinggal di pesatren tanpa rokok sekarang masih. Betul-betul kecanduan" Ujar Dadang.
"Usahakan di kurangi. Satu hal dirimu jangan merokok di depan keponakanku yang cantik ini yo. Kalau punya penyakit jangan ajak-ajak orang-orang tercinta" Itu pesan terakhirku. Hembusan rokoknya masih terasa. Iya biarlah untuk detik ini asap rokok itu saya biarkan menari-nari menggelembung ke atap-atap rumahnya yang baru. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa ketemu dengan sahabat lama saya yang lebih sepuluh tahun tidak ketemu. Ayo cari sahabat lamamu. Sebelum kamu pergi meninggalkan dunia yang fana ini.
Bagaimana dengan Santi. Kisah sahabat lama saya yang satu ini agak berbeda dan sedikit membuat tegang. Iya hampir sama. Dia teman SMP saya dulu. Sama halnya ketika melanjutkan SMA saya harus berpisah dengan Santi. Santi tidak satu sekolah sama saya. Tepatnya adek tingkat sekolah tetangga. Kita sering diskusi di depan rumah teman saya. Walau kebersamaan tidak lama. Namun lama berpisah saya mencari-cari dia. Hanya bermodalkan namanya saja Santi. Sampai detik ini saya tidak tahu nama lengkapnya. Hahaha. Sahabat sejati apa bukan iya? Nama lengkapnya saja tidak tahu. Hanya wajahnya yang sampai detik ini saya ingat. Hahaha. Lebih Sepuluh tahun yang lalu. Saya sudah putus asa mencari informasi tentang Santi. Dulu dia memang ikut neneknya tapi setelah itu kata teman saya dia jadi pengasuh di rumah orang. Oya saya baru ingat kalau kita pernah ketemu hanya 5 menit ketika itu saya mau melanjutkan kuliah. Itupun saya ditunggu oleh mobil. Tanpa sengaja. Setelah itu Santi menghilang dari kehidupan saya. Maaf ya teman-teman cerita sedikit maju mundur. Mundur maju. hehehe. Tenaga sudah habis dan hanya doa moga saya bisa ketemu sama teman saya yang satu ini. Suatu pagi di awal bulan Januari 2013 ada yang membuat comment di fb saya. Kisahnya nanti kita lanjutkan lagi ya.