Bioteknologi: PRODUKSI Tubifex sp SEBAGAI PAKAN ALAMI

Oleh Yar Johan


" Cacing sutera (Tubifex sp) cukup mudah untuk dijumpai, dan jika dibudidayakan tidaklah sulit untuk melakukannya. Kemampuanya beradaptasi dengan kualitas air yang jelek membuatnya bisa dipelihara di perairan mengalir mana saja, bahkan pada perairan tercemar sekalipun. Selain itu juga bias bertahan lama hidup di air dan nilai gizi yang ada pada cacing ini cukup baik untuk pertumbuhan ikan "



I. PENDAHULUAN 
1.1. Latar Belakang
Usaha budidaya ikan dan udang nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intesif maupun secara ekstensif. Salah satu factor yang menentukan keberhasilan budidaya ikan dan udang adalah kesediaan pakannya. Dalam penyediaan pakan harus diperhatiakn beberapa factor yaitu jumlah dan kualitas pakan, kemudahan untuk menyediakannya serta lama waktu pengambilan pakan yang berkaitan dengan penyediaan makanan yang dihubungkan dengan jenis dan umurnya.
Jenis pakan yang dapat diberikan pada ikan dan udang berupa pakan alami maupun pakan buatan. Ketersediaan pakan alami merupakan factor penting dalam budidaya ikan dan udang, terutama pada usaha pembenihan dan usaha budidaya ikan hias. Selain itu pakan alami sebagai sumber makanan ikan dan udang dapat dilihat dari nilai nutrisinya yang relatif tinggi dimana berkaitan dengan kalori yang dikandungnya.
Usaha pengembangan budidaya tidak dapat terlepas dari tahap pengembangbiakan atau pembenihan jenis-jenis organisme unggulan. Ketersediaan benih yang memadai baik dari segi jumlah, mutu dan kesinambungan harus dapat terjamin agar usaha pengembangan budidaya organisme dapat berjalan dengan baik. Sampai saat ini usaha pembenihan masih merupakan factor pembatas dalam pengembangan budidaya di Indonesia untuk organisme-organisme tertentu. Oleh sebab itu, usaha pembenihan mutlak diperlukan.
Salah satu diantara banyak pakan alami adalah cacing sutra atau juga dikenal dengan cacing rambut. Cacing sutra ini menjadi favorit bagi semua benih ikan yang sudah bias memakan pakan alami. Cacing sutera ini biasanya diberikan dalam keadaan hidup atau masih segar ke dalam aiar karena lebih sukai ikan.
Cacing sutera (Tubifex sp) cukup mudah untuk dijumpai, dan jika dibudidayakan tidaklah sulit untuk melakukannya. Kemampuanya beradaptasi dengan kualitas air yang jelek membuatnya bisa dipelihara di perairan mengalir mana saja, bahkan pada perairan tercemar sekalipun. Selain itu juga bias bertahan lama hidup di air dan nilai gizi yang ada pada cacing ini cukup baik untuk pertumbuhan ikan. Berbagai keunggulan ini membuat Cacing sutera (Tubifex sp) menjadi primadona pakan alami bagi dunia pembenihan.

1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan tugas individu ini adalah untuk menambah informasi dan pengetahuan penulis dalam kultur pakan alami dan mengetahui aplikasi dari bioteknogi kelautan salah satunya informasi tentang produksi Tubifex sp sebagai pakan alami.


II. ISI 

2.1. Biologi Cacing Tubifex sp
Cacing Tubifex sp merupakan hewan tingkat rendah, karena tidak memiliki tulang belakang yang disebut ivertebrae. Taksonomi dan nomenklatur unuk cacing Tubifex sp sebagai berikut:





Kingdom : Animalia Phylum : Annelida Klas : Clitella Sub Klas : Oligochaeta Ordo : Haplotaxida Sub Ordo : Tubificina Famili : Tubificidae Genus : Tubifex Spesies : Tubifex sp (Mueller,1774).

Termasuk ke dalam pilum Annelida, kelas Oligochaeta, subklas Haplotaksida, famili Tubiidae dan genus Tubifex (Yurisman dan Sukendi, 2003).
Ciri umum Cacing Tubifex sp adalah memiliki 2 jenis alat kelamin. Sepasang berupa testes, dan sepasang lagi ovarium yang terbentuk pada segmen X dan XI. Reproduksi umumnya seksual (Brinkhurst dan Pinder, 2000).
Priyambodo dan Wahyu ningsih (2001) menjelaskan bahwa tubuh Cacing Tubifex sp berukuran kecing, ramping, bulat, dan terdiri atas 30-60 segmen. Tubuh Cacing Tubifex sp terdiri dari dua lapisan otot yang membujur dan melingkar sepanjang tubuhnya. Panjangnya antara 10-30 mm dengan warna tubuh kemerah-merahan. Spesies ini mempunyai saluran pencernaan berupa celah kecil mulai dari mulut sampai anus. Cacing Tubifex sp ini hidup berkoloni, bagian ekornya berada dipermukaan dan berfungsi sebagai alat bernapas dengan cara difusi langsung dari udara.
Sedangkan Departemen Pertanian (1992) menambahkan dari setiap tubuh Cacing Tubifex sp pada bagian punggung dan perut kekar serta ujung bercabang dua tanpa rambut. Sementara sifat hidup Cacing Tubifex sp menunjukan organisme dasar yang suka membenamkan diri dalam lumpur seperti benang kusut dan kepala terkubur serta ekornya melambai-lambai dalam air kemudian bergerak berputar-putar (Chekanovskaya, 1967).
Kemudian dinyatakan oleh Fadholi et al., (2001) menunjukan bahwa cara makan Cacing Tubifex sp yaitu dipermukaan atau didalam sedimen dengan membuat lubang berupa tabung dan menyaring makanan atau mengumpulkan partikel halus dipermukaan. Makanan tersebut dapat berupa bahan organik dan detritus.
Ciri selanjutnya dinyatakan oleh Sarwosari (1992), bahwa Cacing Tubifex sp ini berwarna merah, karena darahnya mengandung pigmen jenis erythrocrourin, salah satu jenis pigmen darah berwarna merah, makanan utama Cacing Tubifex sp adalah alga, diatom serta detritus dari berbagai macam hewan dan tumbuhan tingkat rendah.
Sama seperti Cacing yang lain, spesies Cacing Tubifex sp ini merupakan jenis hermaprodit tetapi untuk mebuahi sel telurnya diperlukan sperma dari cacing lainya dan berkembang biak dengan car bertelur dari betina yang telah matang telur (Supeni et al., 1994). 

Telur Cacing Tubifex sp terjadi di dalam kokon yaitu suatu bangunan berbentuk bulat telur, panjang 1 mm dan diameter 0,7 mm yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis dari salah satu segmen tubuh yang disebut kitelum. Telur yang ada di dalam tubuh mengalami pembelahan, selanjutnya berkembang membentuk segmen-segmen. Setelah beberapa hari embrio Cacing Tubifex sp akan keluar dari kokon (Chumadi dan Suprapto, 1986).
Cacing Tubifex sp dewasa dapat menghasilkan kista telurnya yang dapat bertahan dalam kekeringan selam dua minggu dan lebih lama lagi pada daerah pembuangan yang ditutupi oleh sampah (Arkhipova, 1996).
Cacing Tubifex sp memiliki oligochaeta yang bergerak dengan kontraksi peristaltik (Seymur, 1969). Kontraksi otot melingkar dan pemanjangan segmn tubuh adalah hal terpenting dalam merangkak berlahan dan selalu menghasilkan tekanan cairan tubuh. Kontraksi otot memajang penting dalam menggali, memperluas galian atau melekatkan diri pada dinding liang yang digali (Barnes, 1974).
Cacing Tubifex sp digunakan sebagai pakan alami untuk benih yang agak besar. Pengertian yang lebih akrab untuk menyebut usaha penyediaan bibit cacing ini adalah Kloning, yaitu penumbuhan cacing dalam klon (bedengan tanah). Namun, untuk menyeragamkan dengan beberapa istilah lain yang telah lazim dipakai, baiklah kita gunakan istilah kultur.
Cacing Tubifex sp sering disebut cacing rambut karena bentuk dan ukurannya seperti rambut. Ukurannya kecil dan ramping, panjang 1-2 cm. Warna tubuhnya kemerah-merahan. Cacing ini termasuk kelompok Nematoda. Tubuhnya beruas-ruas. Cacing Tubifex sp ini memiliki saluran pencernaan. Mulutnya berupa celah kecil, terletak di daerah terminal. Saluran pencernaannya berujung pada anus yang terletak di bagian sub – terminal.
Cacing Tubifex sp banyak hidup di perairan tawar yang airnya jernih dan mengalir. Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan mengadung bahan organik, makanan utamannya adalah bahan-bahan organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan. Cacing ini akan membenamkan kepalanya ke dalam lumpur untuk mencari makanan. Sementara ujung ekornya akan disembulkan di atas permukaan dasar untuk bernapas. Perairan yang banyak dihuni Cacing Tubifex sp ini sepintas tampak seperti koloni merah yang melambai-lambai.
Cacing Tubifex sp biasanya hidup disaluran air yang jernih dan sedikit mengalir dengan dasar perairan mengandung banyak bahan organik yang dijadikan bahan makanan. Cacing Tubifex sp hidupnya berkoloni, bagian ekornya berada di permukaan dan berfungsi sebagai alat bernapas dengan cara difusi langsung dari udara.
Cacing Sutera (Tubifex sp) merupakan organisme dasar (benthos) yang suka membenamkan diri dalam lumpur seperti benang kusut dan kepala terkubur serta ekornya melambai-lambai dalam air kemudian bergerak dan berputar-putar.
Cacing Tubifex sp mempunyai ciri-ciri sebagai berikut yaitu: 1). Berwarna merah kecoklatan dengan panjang berkisar antara 10-30 mm, yang terdiri dari 30-60 segmen, 2). Memiliki dinding yang tebal yang terdiri dari dua lapis otot yang membujur dan melingkar sepanjang tubuhnya. Perkembangannya dapat dilakukan secara pemutusan ruas tubuh dan pembuahan diri (hermaprodit).
Telur cacing Tubifex sp terjadi dalam kokon yaitu suatu bangunan berbentuk bulat, panjang 1.0 mm dan diameter 0.7 mm yang dihasilkan oleh kelejar epidermis dari salah satu segmen tubuh yang disebut klitelum.
Cacing Sutera (Tubifex sp) berkembang dan menghasilkan kokon pertama sekali setelah berumur 40-45. Jadi siklus hidup Cacing Sutera (Tubifex sp) dari telur hingga menetas (menjadi dewasa) dan bertelur kembali membutuhkan waktu 50-37 hari.
Cara makan Cacing Sutera (Tubifex sp) golongan tubifidae yaitu permukaan atau di dalam sedimen dengan membuat lubang berupa tabung dan menyaring makanan atau mengumpulkan partikel halus dipermukaan. Makanan tersebut dapat berupa bahan organik dan detritus.
2.2. Ekologi Cacing Tubifex sp
Brinkhurst et al., (2000) Cacing Tubifex sp umumnya ditemukan pada daerah air perbatasan seperti daerah yang terjadi polusi zat organik secar berat, daerah endapan sedimen dan perairan oligotropis. Ditambahkan bahwa spesies Cacing Tubifex sp ini bisa mentolelir perairan dengan salinitas dengan 10 ppt. Kemudian oleh Cartwright (2004), dikatakan bahwa dua faktor yang mendukung habitat hidup Cacing Tubifex sp ialah endapan lumpur dan tumpukan bahan organik yang banyak.
Oksigen terlarut merupaka parameter yang sangat penting dalam kehidupan setiap organisme yang hidup. Setiap organisme hidup pasti membutuhkan oksigen untuk respirasi yang selanjutnya akan digunakan dalam proses metabolisme suntuk meombak bahan organik yang dimakan menjadi sari makanan yang dimanfaatkan sebagai energi untuk tumbuh berkembang biak dan bergerak (Sedana et al., 2003).
Kemudian Arhipova (1996) menyatakan bahwa kelimpahan Cacing Tubifex sp akanberkurang dimana keanekaragaman jenis organisme tinggi. Kelimpahannya akan semangkin tinggi bila standing corps rendah sekalipun. Maka predator pemakan cacing akan banyak dalam kondisi perairan seperti di atas. Dan jika semua jenis cacing tak ditemui dalam perairan maka dapat dikatakn perairan tersebut dalam keadaan tercemar logam berat.
Vincentius (1992) menyatakan bahwa ketinggian air pada lingkungan pemeliharaan Cacing Tubifex spi berpengaruh terhadap ketahanan hidup dan perkembangannya. Jika iar terlalu tinggi, maka koloni atau populasi Cacing Tubifex sp akan tidak berkembang bahkan akan mengalami kematian karena Cacing Tubifex sp ini membutuhkan oksigen dari luar untuk bernapas. Sedangkan apabila air terlau rendah atau sedikit, maka lingkungannya akan cepat panas sehingga Cacing Tubifex sp ini tidak akan dapat bertahan hidup lebih lama. Ketinggian air yang optimal pada populasi Cacing Tubifex sp adalah setinggi 6 cm.
Semangkin tinggi kadar amoniak pada kelimpahan Cacing Tubifex sp semangkin rendah. Meningkatnya kadar amoniak hingga 0,29-0,96 mg/l diikuti dengan menurunya kelimpahan Cacing Tubifex sp (Davis, 1982).
Organisme hidup yang bersifat membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia yaitu untuk mengoksidasikan bahan organik, sintesis sel dan oksidasi sel (Sunu, 2001).
Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen untuk bernapas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi ke dalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air, makin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya (Wardhana, 1994).
Kenaikan suhu air akan berakibat pada jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun, kecepatan reaksi kimia meningkat, kehidupan ikan dan hewan air lainya terganggu dan suhu yang terlampau panas bisa mematikan ikan dan hewan air lainya (Suhu, 2001).
Pertukaran gas oksigen dan CO2 pada Cacing Tubifex sp, dilakukan melalui permukaan tubuh. Kebanyakan Cacing Tubifex sp membangun tabung pada substratnya dan bagian ekornya melambai-lambai, sehingga bisa membuat sirkulasi air dan membuat oksigen lebih banyak untuk diterima oleh permukaan tubuh. Ditambahkan bahwa populasi Cacing Tubifex sp tak bisa diperbaiki pada kondisi yang tanpa oksigen (Pennak, 1978).
Dausend (1931) dalam Pennak (1978) menyatakan bahwa hanya sepertiga spesimen sampel Cacing Tubifex sp yang digunakan mampu bertahan pada kondisi an aerob selama 48 hari pada suhu 0-2 C dan pada suhu yang lebih tinggi persentasenya lebih sedikit lagi. Penelitian lain menunjukan angka populasi lebih rendah lagi setelah 120 hari, pada kondisi an aerob.
Secara umum, konsentrasi oksigen yang lebih rendah membuat gerakan bagian ekor Cacing Tubifex sp semakin giat untuk melambai menghasilkan aerasi. Tetapi jika kadar oksigen mulai punah, maka Cacing Tubifex sp menjadi diam pergerakannya (Pennak, 1978).
Sel sensor pada kulit Cacing Tubifex sp secara umum sensitif terhadap sentuhan suhu dan rangsangan kimiawi dari luar. Suhu memang bukanlah salah satu faktor pembatas bagi Cacing Tubifex sp tetapi sering kali mempengaruhi kelimpahan Cacing Tubifex sp klas Oligochaeta ini (Pennak, 1978).
2.3. Reproduksi Cacing Tubifex sp
Reproduksi Tubifex sp
Cacing Tubifex sp adalah termasuk organisme hermaprodite. Pada satu individu organisme ini terdapat 2 (dua) alat kelamin dan berkembangbiak dengan cara bertelur dari betina yang telah matang telur. Hasil perkembangbiakannya berupa telur yang dihasilkan oleh cacing yang telah mengalami kematangan sel kelamin betinanya. Telur ini selanjutnya dibuahi oleh kelamin jantan telah matang.
2.4. Pembibitan Cacing Tubifex spi
Cacing Tubifex sp yang hidup diperairan alam dapat ditangkarkan ditempat-tempat terkontrol, misalnya kubangan tanah. Di dalam kubangan ini kondisi (habitat) dibuat menyamai (mirip) habitat alami berlumpur. Kubangan diisi campuran pupuk kandang (kotoran ayam) dan dedak halus setebal 1 cm. Pupuk kandang dilumatkan dan dicampurkan dengan dedak halus. Selanjutnya diratakan dan diisi sama aur. Biarkan rendaman ini sampai membentuk endapan. Kemudian dimasukkan „klon“ (bibit) Cacing Tubifex sp yang diangkat dari perairan alam dan aliran air untuk menggantikan peresapan dan penguapan. Aliran air dibesarkan sedikit setalh bibit ditanam (ditebarkan). Aliran air dibesarkan sedikit setalah bibit ditanam (ditebarkan). Aliran air ini dibutuhkan untuk menggantikan air yang ada secara terus menerus.


Tubifex sp
Masa penakaran Cacing Tubifex sp ini tergantung tujuan produksi cacing yang didinginkan. Biasanya Cacing Tubifex sp akan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru selama beberapa hari. Cacing Tubifex sp ini mulai berkembang biak setelah 7 samapi 11 hari penakarannya. Terpenting yang harus diperhatikan selama penakaran Cacing Tubifex sp ini jangan samapi terjadi kekeringan, karena Cacing Tubifex sp ini tidak akan tumbuh dan berkembangbiak dengan baik bila dalam kondisi kering. Hasil penakaran Cacing Tubifex sp ini selanjutnya digunakan sebagai bibit pada produksi massal Cacing Tubifex sp di temapat pemeliharaan yang ukurannya lebih luas.
Tujuan penakaran Cacing Tubifex sp yaitu untuk memperoleh bibit Cacing Tubifex sp yang telah terbiasa hidup di lingkungan/tempat (habit) buatan. Dengan cara ini setidaknya kematian bibit Cacing Tubifex sp dalam produksi massal dapat dihindarkan sehingga persiapan lahan pemeliharaan Cacing Tubifex sp sesuai.
2.5. Kultur Massal Cacing Tubifex sp
Produksi massal Cacing Tubifex sp merupakan upaya menumbuhkan dan mengembangbiakan Cacing Tubifex sp ini dalam tempat pemeliharaan yang terkontrol. Tempat pemeliharaannya berupa kubangan tanah berlumpur dan tergenang air. Secara berurutan kegiatan produksi Cacing Tubifex sp adalah dengan mebuat kubangan, mempersiapkan dasar kubangan agar berlumpur dan tergenang air, memelihara dan memungut hasil (panen).
Lahan pemeliharaan Cacing Tubifex sp dibuat didaerah berair. Bentuknya mirip kolam dan luasnya 10 x 10 m atau ukuranya lebih. Lahan ini dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air. Dasar kolam dibuat petakan –petakan (blok) lumpur setinggi 10 cm. Luas petakan Cacing Tubifex sp ini adalah 1 x 2 m. Lebih baik jika dasar petakan Cacing Tubifex sp ini dilapisi papan kayu aatau dibentuk dalam cetakan. Lapisan atau cetakan ini untuk mempermudah pemanenan dan sebagai penangkal Cacing Tubifex sp yang akan meloloskan diri masuk dalam tanah yang lebih dalam lagi. Jarak anatar petakan adalah 20 cm agar memudahkan dalam waktu pemanenan kelak.
Seperti hal pemanenan ikan dan udang pada umumnya, lahan untuk produksi Cacing Tubifex sp sangat perlu disiapkan. Awalnya lahan tersebut perlu dikeringkan, saluran diperbaiki dan tanah digemburkan serta digenangi air setinggi 5 cm dari permukaan dasar. Selanjutnya dipupuk dengan dedak halus atau kotoran ayam. Pemupukan lahan Cacing Tubifex sp bertujuan untuk menyediakan bahan makanan Cacing Tubifex sp yang dipelihara. Jika lahan menggunakan dedak halus, maka membutuhkan dedak hakus sebanyak 200-250 gr/m. Dedak ini ditebarkan merata diatas permukaan dasar petakan lalu direndam air setinggi 5 cm selama 4 hari. Jika lahan menggunkan kotoran ayam, maka membutuhkan 300 gr/m. Sebelum ditebarkan, kotoran ayam dibersihkan dan dikeringkan lalu kemudian dihaluskan.
Pupuk ayam yang dikeringkan dan dihaluskan ini kemudian dicampurkan dengan tanah dasar petakan lalu direndam air setinggi 5 cm selama 3 (tiga) hari. Tujuan dari perendaman ini adalah agar dedak halus atau pupuk segera membusuk sehingga disukai Cacing Tubifex sp sebagai makanannya.
Bibit dalam produksi Cacing Tubifex sp secara massal ini diambil dari hasil penangkapan di tempat yang terkontrol. Sebelum bibit ditebarkan, aliran air dikontrol agar alirannya stabil. Aliran air tidak terlalu besar tetapi cukup untuk mengisi air yang menguap dan meresap ke dalam tanah. Walaupun kelebihan air, diusahakan agar tidak menimbulkan erosi. Apalagi membawa bahan-bahan hasil pemupukan. Aliran air untuk mengisi tempat pemeliharaan Cacing Tubifex sp di perkirakan samapi setinggi 5 cm di atas petakan yang kira-kira membutuhkan waktu 45-60 menit.
Hal lain yang perlu dikontrol sebelum bibit ditebarkan adalah konsentrasi amoniak (NH) dalam air. Gas beracun ini biasanya dihasilkan dari proses pembusukan bahan organik terutama kotoran ayam. Konsentrasi NH dalam air yang terlalu tinggi (pekat) akan mengakibatkan kematian konsentrasi Cacing Tubifex sp yang dibudidayakan.
Penebaran bibit dimulai dengan membuat lubang kecil-kecil di atas dengan petakan (blok). Jarak antar lubang 10-15 cm dan lubang ini selanjutnya dengan koloni bibit Cacing Tubifex sp hasil penakaran beserta media dan tanahnya. Jumlah Cacing Tubifex sp dalam koloni yang di tanam setiap lubang 10 ekor.
Masa pemeliharaan produksi Cacing Tubifex sp ini sekitar 10 hari. Bila kondisi lingkungan cocok dan jumlah pakannya cukup, bibit-bibit Cacing Tubifex sp akan berkembang pesat. Hal yang perlu diperhatikan dalam produksi massal Cacing Tubifex sp adalah aliran air. Meskipun aliran air harus kecil, tetapi jangan sampai kekeringan.
Memanen Cacing Tubifex sp sangat mudah, yakni diambil dengan tangan beserta lumpur. Kemudian ditaruh dalam ember dan dicuci bersih. Panen Cacing Tubifex sp sebaiknya dilakukan secara acak, yaitu tidak seluruh populasi Cacing Tubifex sp pada setiap bedengan diambil, tetapi disisakan sebagai bibit pada pemeliharaan berikutnya. Panen total hanya dilakukan jika kondisi tanah dan medianya tidak cukup lagi menyediakan makanan. Keadaan ini dapat diketahui setelah perkembangan Cacing Tubifex sp kelihatan lambat. Untuk produksi lebih lanjut setelah panen total, bedengan harus dibokar dan diolah seperti biasa.
III. KESIMPULAN 
3.1. Kesimpulan
Keberadaan pakan alami mutlak dibutuhkan sebagai selah satu unit dalam kesatuan usaha budidaya pembenihan. Jenis Cacing Tubifex sp adalah salah satu pakan alami bagi ikan dan udang yang mempunyai kandungan gizi yang baik di dalam tubuhnya.
Cacing Tubifex sp mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan disebabkan kandungan lemak dan protein yang ada dalam tubuhnya. Kandungan protein dalam tubuhnya cukup tinggi yaitu berkisar 51,9% protein, lemak 22,3% dan abu 5,3% serta kandungan asam aminonya juga lengkap.
3.2. Saran
Permasalah yang kerap terjadi dalam penyediaan pakan alami Cacing Tubifex sp ini adalah dalam masalah pengangkutan ke tempat lain yang jauh. Kerap dijumpai matinya Cacing Tubifex sp ini dalam masa pengangkutan tersebut sehingga Cacing Tubifex sp tidak segar dan tidak disukai ikan dan udang saat pemberian pakannya, ataupun tidak bisa dikembang biakan lagi ditempat lain. Hal ini yang harus dipertimbangkan dan dikaji lebih lanjut lagi.


Rujukan
Arkhipova, N.R. 1996. Morphology of Pectinate Setae in Tubificids (tubificidae, oligochaeta). Zoologicheskii Zhurnal 75(2): 178-187. Rusia. 

Barnes, R.D. 1974. Invertebrate Zoology. 3rd Edition. W.B. Sounders Comp. Philadelphia. 870p. 

Cartwright, D. 2004. Effect of Riparian Zone and Associanted Stream Substrata on Tubifex tubifex. National Fish Health Research Laboratory. Kearnysville. USA. 

Chumaidi dan Suprapto, 1986. Populasi Tubifex sp di Dalam Media Campuran Kotoran Ayam dan lumpur Kolam. Bulletin. Panel Perikanan Darat 5(2): 6-11 Balitanwar. Bogor. 

Davis, J. R.., View Record of Aquatic Oligochaeta From Texas With Observation on Their Ecological Characteristics. Hidrobiologia 96:15-29. 

Departemen Pertanian, 1992. Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami dan Udang. Pusat Penelitian dan Pengambangan Perikanan (tidak diterbitkan). 

 Fadholi, M.R, Mulyanto dan Zakiyah, U. 2001. Kajian Ekologis Cacing Rambut (Tubifex sp) Dalam Upaya Mengorbitkanya Sebagai Indikator Biologis Pencemaran Bahan Organik di Perairan. Jurnal ilmu-ilmu Hayati. Vol 13 No. 1 Juni 2001. 

Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang. http://www.dkp.go.id/content.php?c=2343. 5 Desember 2007. 8:30 pm. 

Mueller, 1774. Taxonomic and Nomenclature. ITTS Standar Report: Tubifex 1996. Pennak, R.W. 1978. Freshwater Invertebrates of United States. 2nd. 

Ed. A. Willey Interscience Pbl. John Willey and Sons. New york. Priyambodo, K. dan Wahyu ningsih, K. 2001. Budidaya Pakan Alami Untuk Ikan. Pustaka Setia. Yogyakarta. 64 Hal. 

Sarwosari, E.N.U.R. 1992. Pengaruh Pemberian Udang Rebon (Acetes sp, Tubifex sp dan Kombinasi keduanya terhadap pertumbuhan dan Warna Ikan Oskar (Astronomatus ocellatus cuvier). Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 74 hal (tidak diterbitkan). 

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Grasindo. Jakarta. 295 hal. 

Supeni, T. Mintje. S.T dan Talumewo, Y.P. 1994. Biologi. Erlangga. Jakarta.178 hal. 

Vincentius, A. 1992. Peranan Tinggi Substrat Terhadap Kualitas Tubifex pada ketinggian Air Budidaya 6 cm. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 96 hal (tidak diterbitkan). 

Wardhana, W.A. 1994. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta. 459 hal.

4 comments

maaff.. berapa minggu kira2 yg dibutuhkan cacing tubifex untuk berkembang memenuhi 1 petakan..????

Reply

Terima kasih untuk artikelnya.
Saya sudah pernah mencoba membudidayakan tubifex.
Yang menjadi masalah adalah cara pemanenan.
Hasil panen tidak memperoleh yang banyak karena banyak yang "lolos"
Apakah mempunyai cara pemanenan yang efektif

widi_bin_amir@yahoo.com

Reply

tengkyu bang artikel nya bagus banget....

Reply

terima kasih banyak artikelnya, saya juga tertarik budidaya cacing sutra

Reply

Post a Comment